Menurut Hengki, untuk desain jembatan di bagian hulu sungai itu dipastikan desain jembatan gantung yang paling sesuai. Sedangkan untuk jembatan kedua sepanjang 18 meter dibutuhkan jembatan beton karena memang sebelumnya seringkali rusak karena hantaman banjir.
Sedangkan untuk perbaikan 4 titik plengsengan yang longsor di bagian hilir, dibutuhkan bangunan pengarah arus sungai (krib). Dengan adanya krib ini jika ada arus air yang besar akibat hujan, maka hantaman air tidak langsung menuju tebing lagi, sehingga umur plengsengan atau bronjong bisa tahan lama.
“Estimasi anggaran untuk dua unit jembatan dan empat titik plengsengan tersebut adalah Rp 10 miliar, dengan estimasi anggaran untuk jembatan gantung sepanjang 50 meter kurang lebih Rp 2 miliar dan untuk jembatan beton perkiraan mencapai Rp 4 miliar dengan lebar jembatan kurang lebih tiga meter,” jelasnya.
Lebih lanjut Hengki menjelaskan untuk kepastian ketersediaan anggaran tersebut, pihaknya masih perlu berkoordinasi dengan pemerintah provinsi terkait ketercukupan anggarannya. Oleh karena itu kolaborasi sumber anggaran APBN, APBD dan dana taktis bencana juga bisa menjadi solusi.
“Dana taktis ini besarannya hanya sebatas kedaruratan saja. Hari ini sedang kita hitung kebutuhan perbaikan darurat. Meskipun akses sementara berupa jembatan darurat yang penting masyarakat bisa beraktifitas dengan lancar dan kegiatan perekonomian tetap berjalan,” urainya, dilansir dari probolinggokab.go.id. (afp)