Surabaya, infodis.id – Amin Santoso, warga Kelurahan Banjarsugihan, Kecamatan Tandes, Surabaya, sudah tinggal kurang lebih 20 tahun di rumahnya sendiri dikawasan tersebut. Namun ia mengaku kesulitan untuk membuat kartu identitas penduduk (KTP).
“Saya selama ini tinggal dan memiliki rumah di lingkungan tersebut kurang lebih sudah 20 tahun,” ujarnya pada wartawan.
Ia mengatakan, selama ini dirinya hanya diberikan surat domisili saja meski tinggal di tempat tersebut.
Masalah timbul saat ia hendak mengajukan pembuatan KTP dan kartu keluarga.
Namun ketika akan mengajukan pembuatan KTP dan kartu keluarga, ia menyebut ketua RT setempat tidak mau memberikan rekomendasi agar ia dapat membuat KTP dengan alamat dimana ia tinggal selama ini.
“Ada penolakan dari Ketua RT setempat,” tambahnya.
Ia menjelaslan hal ini terjadi lantaran dari persoalan dirinya yang menjadi kuasa hukum warga setempat pula. Saat itu, tanah milik seorang warga bernama Warsito tengah diserobot oleh oknum warga untuk kepentingan tertentu.
“Atas penyerobotan dan penutupan rumah dengan membikin pagar tembok diatas tanah hak milik Warsito, Saya selaku kuasa hukum kemudian mendampingi Korban untuk membuat pengaduan ke Polrestabes Surabaya,” kata Amin.
Dari persoalan ini lah, ia mengaku tak lagi diterima menjadi warga di lingkungan tersebut oleh sang ketua RT. Ia merasa dipersulit oleh ketua RT tersebut saat hendak mengurus pembuatan KTP dan KK.
“Dari pengaduan ditemukan dugaan tindak pidana, sehingga bisa lanjut keluar tanda bukti Nomor : LP-B/599/VII/RES.1.2/2021/RESKRIM/SPKT POLRESTABES SURABAYA, tanggal 29 juli 2021,” tambahnya.
Ia menyebut, dirinya sempat diberikan solusi oleh pihak kelurahan untuk pindah alamat lingkungan. Solusi itu dianggapnya aneh, lantaran rumahnya tetap berada di tempat yang sama.
“Ya aneh lah. Masak rumah saya di RT 01 tapi alamat saya mau dibuat di RT yang lain. Itu kan namanya alamat palsu nanti jadinya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua RT 01 RW IV, Kelurahan Banjarsugihan, Hendri S, saat dikonfirmasi menyatakan cerita itu diakuinya berawal dari persoalan sengketa tanah warga di lingkungan tersebut. Dalam kasus itu, Amin diakuinya menjadi kuasa hukum warga yang tengah bersengketa.
“Dari situ lah alot (masalahnya). Dia (Amin) tidak ada itikad baik mendekati kita sehingga sampai ada SP3 penghentian perkara itu di Polrestabes,” ungkapnya.
Hendri membenarkan ketika dikonfirmasi apakah Amin merupakan warga yang telah lama tinggal di lingkungannya. Ia mengakui, bahwa Amin berdomisili di lingkungan RT yang dipimpinnya.
“Oh iya, dia berdomisili disini, sudah puluhan tahun, sudah lama,” pungkasnya.
Namun ia menyebut penolakan itu terjadi dikarenakan Amin tidak memiliki itikad baik ke RT mau pun ke warga.
“Hingga kini tidak ada itikad baik dari Amin ke RT maupun ke warga,” katanya.
Ia menyebut, sejak dulu dirinya tak pernah menolak warga yang hendak masuk ke lingkungan RT nya. Namun, karena ada permasalahan itu, dirinya dan warga memang menolak permintaan Amin untuk beridentitaskan alamat dilingkungannya.
“Dari dulu saya tidak pernah menolak warga yang hendak masuk ke sini. Kalau (kepindahannya) normal, kita tidak pernah menolak. Tapi ini (Amin) ada permasalahan, dan warga menolak. Dasarnya dari situ,” tegasnya.
Terpisah, Ketua Umum Peradin Jatim Drs. Ec Bambang rudiyanto, S.H., M.H diwakili Alloysius Alwer. S.H., M.H mengatakan, kasus ini telah mendapatkan perhatian pihaknya. Sebab, Amin merupakan pengacara atau advokat yang pada saat itu tengah melakukan advokasi terhadap kliennya.
Oleha karenanya, ia menyebut, dalam konteks tersebut, Amin bertindak sebagai penegak hukum yang dilindungi oleh hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
“UU RI no 18 tahun 2003 tentang advokat dalam pasal 5 ayat 1 yang isinya berbunyi advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dilindungi oleh hukum dan perundangan-undangan. Jadi apa yang dilakukan oleh saudara Amin, sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tidak boleh ada yang mengintervensi,” pungkasnya. (Abi)