![](https://infodis.id/wp-content/uploads/2024/06/CSTO-1.jpg)
Jakarta, infodis.id – Di tengah gejolak geopolitik saat ini, aliansi militer seperti Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO) kembali menarik perhatian. Didirikan pada tahun 1992, CSTO beranggotakan negara-negara pecahan Uni Soviet, dengan Rusia sebagai pemimpinnya.
CSTO berakar dari Perjanjian Keamanan Kolektif (Collective Security Treaty/CST) yang ditandatangani di Tashkent, Uzbekistan pada tanggal 15 Mei 1992. Enam negara yang menjadi penandatangan awal perjanjian ini adalah Armenia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Rusia, Tajikistan, dan Uzbekistan, seperti dilansir dari indonesiadifense
Lahirnya CSTO dilatarbelakangi oleh runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Peristiwa ini meninggalkan kekhawatiran akan stabilitas dan keamanan di wilayah bekas Uni Soviet, terutama bagi negara-negara anggotanya. CSTO dibentuk sebagai respons atas kekhawatiran tersebut, dengan tujuan untuk:
- Menjaga perdamaian dan keamanan regional
- Melawan agresi eksternal
- Memperkuat kerja sama militer antar negara anggota
- Mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia
Seiring berjalannya waktu, CSTO telah berkembang menjadi organisasi yang lebih kompleks dan kuat. Saat ini, CSTO memiliki delapan negara anggota: Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Rusia, Tajikistan, Uzbekistan, dan sejak 2015, Kirgistan.
CSTO juga memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik di Nagorno-Karabakh pada tahun 2020.
Dalam beberapa tahun terakhir, CSTO telah menjadi sorotan karena ketegangan geopolitik yang meningkat di wilayahnya. Invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 telah memicu kekhawatiran tentang kemungkinan perluasan NATO ke timur, yang dilihat oleh Rusia sebagai ancaman terhadap keamanannya.
CSTO telah menyatakan dukungannya untuk Rusia dalam konflik Ukraina, dan telah melakukan latihan militer bersama di dekat perbatasan Ukraina. Hal ini telah meningkatkan kekhawatiran negara-negara Barat tentang potensi eskalasi konflik.(ery)