2 Mei 2024
INFODIS.ID
INFO DAERAH

Sarasehan Journalism Roadshow 2022, Mengupas Etika Jurnalistik dan Digital di Tahun Pemilu

Surabaya, Infodis.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI bersama Trust TV dan Great Edu menggelar sarasehan Journalism Roadshow 2022 Surabaya bertema “Tantangan Etika Jurnalistik & Etika Digital di Tahun Pemilu” di Kafe Rolag Kayon, Kamis (29/9/2022).

Dalam kesempatan ini, salah satu pembicara yang hadir, CEO Ngopi Bareng Arif Afandi pada kesempatan tersebut mengatakan, revolusi digital telah melahirkan dua sisi mata uang. Sisi terang dan sisi suram.

Revolusi digital memudahkan hidup setiap orang sekaligus juga bisa menjadi ancaman. Fenomena fake news, hoax dan secara faktual menimbulkan marabahaya baru bagi kehidupan maupun demokrasi.

Arif mengatakan, Amerika Serikat sebagai kampiun demokrasi bisa terpolarisasi ekstrem hanya karena pemilihan presiden. Polarisasi politik juga terjadi di Indonesia karena penyebaran informasi melalui akses digital tersebut.

“Setiap orang bisa memproduksi informasi dan bisa dijadikan diinformasi,” ujar Arif.

Mantan Wakil Wali Kota Surabaya tersebut juga menerangkan bahwa pernah ada sebuah penelitian yang menyebut bahwa sikap radikal dan kebencian yang berlebihan semakin terfasilitasi karena seseorang masuk sebagai anggota group dalam media sosial. Karena mereka relatif mendapat informasi yang sama sesuai keyakinannya, bukan atas kebenaran faktual. Sehingga melahirkan radikalisme.

“Itu juga disebut propaganda komputasional yang itu menjadi semakin berbahaya karena sistem digital enginenya berbasis algoritma,” kata Arif.

Dunia jurnalistik turut terdampak oleh revolusi digital. Karena kecepatan menyampaikan berita menjadi ukuran untuk menganalisa kebenaran sebuah peristiwa.

Tantangan transformasi digital juga adalah menelurkan sebuah berita tanpa bergantung pada click bait meskipun pada kenyataannya banyak media online mengandalkan judul bombastis. Namun, ia meminta agar jurnalis tidak menulis berita dengan tujuan mendowngrade seseorang. Begitu pula dalam etika menulis berita politik.

“Harusnya politik dalam media menjadi sebuah pertarungan gagasan dan bisa menjadi bahan studi,” kata Arif.

Arif Affandi memaparkan praktik etika jurnalistik dalam Pemilu meliputi empat hal utama.

Inti etika jurnalistik independen, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Lalu terus menerus membangun visi publik.

Pemilu adalah arena kontestasi. Karena itu jurnalisme harus memberi ruang yang sama kepada para kontestan.

“Setidaknya tidak melakukan downgrading terhadap kontestan. Jika harus memihak hanya sebatas branding,” kata dia.

Media sebagai institusi sosial yang ikut bertanggungjawab terhadap situasi sosial politik yang kondusif terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Senada, Ketua IJTI Surabaya Lukman mengatakan setiap wartawan harus menjunjung kode etik dalam peliputan. Apalagi saat ini banyak video viral bertebaran di media sosial.

Lantas bagaimana seorang jurnalis mengatasi hal tersebut?

“Konfirmasi, verifikasi, klarifikasi, bila perlu investigasi. Tidak boleh mengambil serta merta video viral tanpa melakukan empat hal tersebut,” ungkap Lukman.

Lebih lanjut ia memaparkan etika meliput Pemilu sama dengan saat melakukan peliputan berita reguler. Etika sangat penting karena akan menjaga marwah dan kredibilitas seorang jurnalis. Dalam liputan politik, jurnalis tidak boleh memihak kepada salah satu parpol sehingga berita mereka tetap objektif.

“Kebebasan berpendapat bukanlah hal mutlak tapi ada batasnya,” ujarnya.

Lukman juga memaparkan 10 etika praktis meliput Pemilu. Antara lain jangan terburu-buru menyebarkan informasi sebelum klarifikasi, konfirmasi dan memverifikasi data.

Tidak memihak, selalu memberikan porsi yang sama untuk masing-masing kandidat, menghormati perbedaan dan keragaman, menghindari sensasi, jangan menerima suap baik dalam bentuk uang maupun fasilitas lainnya, jangan menjanjikan liputan berita kepada kandidat, jika ada pernyataan serangan dari kandidat maka beri kesempatan bagi kandidat lainnya untuk menjawab, pernyataan yang bernada menghasut atau menyerang tidak perlu diberitakan.

“Boleh memainkan angle, tapi tidak boleh memelintir angle,” tandasnya.

Kemudian juga memberitakan apa yang disampaikan kandidat, bukan apa yang disampaikan pendukungnya serta tidak memihak dalam perdebatan politik.

Hadir sebagai pembicara, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Surabaya Lukman Rozaq, CEO Ngopi Bareng Arif Affandi, serta Kepala Divisi Riset Pengembangan dan Kerja Sama LBH Surabaya Mohammad Soleh dan Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya.

Tujuan kegiatan ini guna mengingatkan kembali marwah jurnalis sebagai penyampai sebuah informasi akurat kepada publik. Karena wartawan bukan hanya seorang informator namun juga sebagai verifikator. Dan di era derasnya arus informasi di media sosial tugas jurnalis juga semakin berat karena harus menyampaikan kebenaran faktual di tengah revolusi digital dan gempuran post truth. (why/isa)

Related posts

Belasan Ibu Rumah Tangga di Desa Bagorejo Ternak Jangkrik untuk Tambahan Ekonomi Keluarga

Wali Kota Surabaya Terima BAZNAS Award 2022

adminredaksi

Pengurus DPW Forum Pemuda NTT Resmi Dilantik