Sedangkan pamerannya sendiri bertajuk “Ada kitab kuning di Banyuwangi”. Pameran ini memuat khazanah kitab kuning di Banyuwangi. Mulai yang berupa manuskrip, cetak tua, hingga yang terbaru. Selain itu, juga ditampilkan sejumlah fragmen sejarah bagaimana kitab kuning pada khususnya dan umat Islam pesantren pada umumnya di Kabupaten Banyuwangi.
“Dari pameran ini kami ingin menyuguhkan bagaimana kitab kuning di Banyuwangi itu menjadi bagian yang berkelindan erat dengan sejarah dan kehidupan masyarakat Blambangan,” ungkap kurator pameran, Ayung Notonegoro.
Beberapa manuskrip langka, mushaf kuno, hingga sejumlah kitab kuning yang berusia lebih dari seabad turut dipamerkan dalam festival tersebut.
“Ibarat harta, Banyuwangi ini menyimpan harta karun berharga dalam turut membangun Islam, tidak hanya sebatas konteks lokal Banyuwangi, tapi juga di tingkat nasional,’ imbuhnya, dilansir dari banyuwangikab.
Selain pameran, selama dua hari berikutnya, Festival Kitab Kuning ini juga diisi dengan bedah buku Manaqib Datuk Abdurrahim, Katalog Naskah Kuno Banyuwangi, dan mengupas sejumlah kitab. Di antaranya adalah Syair Aqidah, Tafsir Al-Fatihah dan sejumlah kitab lainnya. (ina)