Sinyal listrik yang dihasilkan otak sendiri sangat kecil hanya berskala mikro volt, sehingga dibutuhkan penguatan sinyal dan penyaringan noise yang berulang. Setelah dikuatkan, sinyal EEG akan difilter berdasarkan frekuensinya dan dikelompokkan menjadi empat jenis sinyal dasar, yaitu delta, theta, alpha, dan beta. Sinyal yang telah dikelompokkan tersebut akan difilter sekali lagi untuk menghilangkan noise yang timbul.
“Alat sangat sensitif terhadap noise bahkan dengan kedipan mata saja dapat mempengaruhi hasil,” ujarnya.
Lebih lanjut, papar Adhi, sinyal EEG yang telah difilter ini akan dihitung nilai daya yang ada dalam sinyal sebagai fungsi frekuensi. Nilai ini disebut dengan Power Spectral Density (PSD) yang dinyatakan dalam watt per hertz (W/Hz).
Adhi menuturkan bahwa dalam kondisi normal, nilai PSD pada otak kanan akan meningkat bila terjadi pergerakan di tubuh bagian kiri begitu pun sebaliknya. Pada pasien stroke kondisi tersebut dimungkinkan terjadi perubahan abnormal.
“Nilai PSD pasien stroke lebih kecil dibandigkan dengan kondisi orang normal,” tambahnya.
Adhi juga mengingatkan bahwa alat perlu disambungkan terlebih dahulu ke perangkat komputer melalui port yang tersedia saat pemakaian alat.
“Hal ini dimaksudkan untuk membaca nilai PSD secara real time serta mengkonversikan hasil perekaman EEG ke dalam bentuk txt yang akan tersimpan di komputer milik pasien,” ucap Wakil Kepala Pusat Penelitian Artificial Intelligence (AI) dan Teknologi Kesehatan ITS ini.