Menurut dia, penyebab meningkatnya impor, pertama karena daerah yang dapat menjadi sentra produksi bawang putih hanya di Temanggung, Cianjur, Lombok timur, Magelang, Karanganyar. Sedangkan daerah lain hanya potensi. Sedangkan ketersedian lahan saat ini 14 ribu dari total kebutuhan lahan 70 ribu hektar.
Kedua, wajib tanam bawang putih 5% dari jumlah kouta impor yang diperoleh pelaku usaha, walaupun wajib tanam ini gagal. Ketiga, masuknya rekomendasi impor bibit Great Black Leaf (GBL) dari Taiwan yang volumenya sekitar 1.685 ton.
“Kami mengapresiasi respon Presiden yang begitu cepat. Tapi kami kawatir Presiden belum mendapatkan informasi yang lengkap tentang problem hortikuktura ini. Sehingga kami berharap Presiden lebih bijaksana dalam merespon keluhan petani, serta mendengar masukan dari para pelaku usaha,” ungkapnya.
Mulyadi menambahkan, harga bawang putih dalam negeri lebih mahal dibanding bawang putih impor. Bawang putih dalam negeri, selain kecil, harganya kisaran Rp 35 sampai 60 ribu per kilo. Sedangkan (bawang putih) impor hanya Rp 18 ribu. Mentok Rp 20 ribu. Saat ini malah Rp 17,5 ribu.
“Biaya wajib taman bawang putih mencapai Rp 70-100 juta, dan produktivitasnya harus menghasilkan 6 ton per hektar,” bebernya.