27 April 2024
INFODIS.ID
INFO PENDIDIKAN

Pernah Jadi Tukang Bersih-bersih, Ini Perjuangan Prof Redi Panuju Menjadi Gubes Unitomo

Surabaya, infodis.id – Bukanlah hal yang mudah meraih apa yang kita impikan. Seperti yang dialami Prof Dr Redi Panuju, M.Si, perjuangannya tidaklah mudah, bahkan dia pernah menjadi tukang bersih-bersih Mushola. Dia pun tak patah semangat, buah manis berhasil dipeik. Kini Prof Redi dikukuhkan menjadi Gubes (Guru Besar).

SK Gubesnya sendiri sudah turun dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi 12 April 2023 pada bidang Communication Theories in Film Stdues and Social Media.

Ia tidak menyangka bisa jadi Guru Besar karena tidak pernah membayangkan sebelumnya. Masa kecilnya lebih banyak bergelut dengan dunia perkebunan karena sang ayah, Bambang Pujiman Cokronegoro adalah insinyur Pertanian yang kesehariannya bergelut dengan tanaman. Ketika di Lampung, Redi banyak membantu ayahnya membibit cengkeh, mangga, rambutan, dan menjualnya di samping rumah. Ia justru membayangkan kelak akan mengikuti jejak ayahnya menjadi ahli di bidang pertanian/perkebunan. Namun, suratan takdir membuatnya pindah jalur dari dunia tanaman ke dunia tulis menulis.

Awalnya ketika ia melanjutkan sekolah ke Jogja di SMAN 2 Sleman Babarsari Yogyakarta. Pada tahun kedua sang ayah mengalami kejatuhan ekonomi, sehingga harus berjibakutai untuk bisa hidup di perantauan.

Redi mengaku sempat menjadi tukang bersih bersih di sebuah Musholah yang ada di Kawasan Babarsari. Dari sana ada rejeki sekedar untuk makan yang didapat dari sodakoh jamaah.

Tak malu malu juga mengumpulkan Koran bekas atau kertas bekas yang didapat dari tetangga kos kosannya, beberapa kantor pemerintahan, dan sekolahnya, kemudian dijual ke pasar Beringharjo. “Bisnis” ini tidak mencukupi untuk kebetuhan sehari hari, apalagi kebutuhan sekolah. Pada saat terjepit itulah, Redi terinspirasi pada barang berharganya yang dibawa dari Lampung, yakni sebuah mesin ketik manual merek “Brother”. Hampir saja turut terjual, namun tiba tiba muncul keinginan untuk membuat tulisan opini sebagaimana yang sering dibaca dari Koran Koran bekasnya.

Redi mengaku kenangan yang dramatis dari tulis menulis adalah ketika pertama kali tulisannya dimuat di harian Kedaulatan Rakyat. Koran ini menyediakan rubrik untuk anak anak SMA yang terbit setiap hari Jumat. Waktu itu uang kost sudah jatuh tempo dan warung tempat ia ngebon makan sudah menagih….tiba tiba Redi baca Koran itu di sekolahnya tulisannya dimuat.

“Sontag saya kegirangan….lebih surprises lagi setelah honornya di ambil ternyata lebih dari cukup untuk membayar kost kosan dan uang makan,” kenangnya. Setelah itu kegiatan sehari hari Redi tak lepas dari tulis menulis.

Ia tidak hanya menulis untuk Kedaulatan Rakyat, tetapi juga Koran lain yang terbit di Yogayakarta seperti: Masa Kini, Eksponen, Berita Nasional, dan kemudian muncul Koran Yogya Post. Pelebaran sayap dilakukan hingga menulis itu Minggu Pagi, Minggu Ini, Cempaka (terbitan Semarang), dan Wawasan (terbit di Solo). Jenis tulisan yang dibuat juga bervariasi, tidak hanya opini, namun juga cerpen dan Puisi. Honor tulisan Puisi ternyata cukup besar waktu itu, terutama di majalah Anita Cemerlang.

Guru Besar kelahiran Medan 1964 ini mengaku, dari dunia tulis menulis inilah ia berkenalan dengan pengasuh rubric opini Kedaulatan Rakyat, Soehadi Soekarno yang juga dosen di UGM Yogyakarta. Beliaulah yang memotivasi saya untuk kuliah di Publisistik Fisipol UGM.

Maka pada tahun 1983, selepas lulus dari SMA Redi mendaftar di jurusan Publisitik (Sekarang prodi Ilmu Komunikasi) Universitas Gadjah Mada dan diterima. Disana ia bertemu dengan Nunung Peajarto (yang lebih dulu jadi Guru Besar), Arief Affandi (mantan Wawali Surabaya), dan Dr Dhimam Abror. Dengan Dhimam Abror ada cerita lucu dengan beliau. Waktu itu Dhimam menjabat Kepala Biro Yogyakarta harian Jawa Pos. saya beberapa kali setengah memaksa ngijon artikel lewat Dhimam. Sebelum artikel dimuat saya minta dulu honornya untuk keperluan hidup. Tak dinyana sekarang Dhimam Abror bergabung di Fikom Unitomo dimana Redi home base di sana.

Cerita tentang sesuatu yang tak dinyana berlanjut ke pangalaman Redi menulis di Koran Merah, yakni Koran yang pasarnya mengandalkan peminat togel. Waktu itu masih marak judi buntut yang bersumber dari program pemerintah menggalang dana masyarakat untuk olahraga, seperti program Toto Koni, SDSB (sumbangan Dana Sosial Berhadiah), dan Porkas. Waktu itu pemerintah mengumukan nomor undian yang keluar seminggu sekali, tiap hari Jumat. Di masyarakat berkembang judi Buntut yang hanya mengandalkan nomor buntut yang diumumkan pemerintah.

“Nah, Koran ini memuat kode buntut itu yang oleh masyarakat ditebak sendiri nomor buntut yang akan keluar,” ujar Redi.

Di Koran ini menyediakan rubric “generasi muda” yang setiap terbit ada tiga sampai empat artikel dimuat. Tulisan Redi menjadi langganan di Koran mingguan ini. Yang mengejutkan Redi ternyata honor tulisan di Koran ini sama besarnya dengan honor yang diberikan Koran Kedaulatan Rakyat. Redi mengenang, di Koran ini waktu itu ada nama Kacung Marijan (identitasnya mahasiswa Fisip Unair) dan ternyata Kacung mendahuluinya menjadi Guru Besar….

Dari perjalanan menuangkan ide ke dalam opini itulah Redi mengaku sangat membantu ketika menulis buku. Kebiasaan menulis itu dilanjutkan setelah menjadi dosen di FIKOM Unitomo tahun 1990, terutama menulis buku. Sepanjang 30 tahun terakhir telah terbit 32 buku baik buku referensi maupun novel. Penerbitnya juga penerbit berupati seperi Gramedi Pustaka Utama (Jakarta), Pustaka Pelajar (Yogya), dan terakhir buku bukunya diterbitkan kelompok Prenada Media (Jakarta).

Buku bukunya itu banyak menyumbang angka kredit yang diajukan ke Kemendikbudristek, sehingga diakui angka kreditnya mencapai 901. Untuk menjadi Guru Besar angka kredit yang dipersyaratkan minimal 850 kum. Terakhir yang tidak disangka adalah penetapan Guru Besarnya pada bidang Communication Theories in Film Studies and Social Media.

“Saya tidak sadar ternyata bidang yang saya tulis di jurnal internasional dan buku-buku banyak tentang Film dan Media Sosial. Mungkin karena topic ini yang berhubungan dengan hibah dari dikti kepada saya tentang Film. Mungkin Saya masih harus belajar lebih banyak tentang topik ini,” ujarnya. (isa)

 

 

Related posts

LaNyalla Berharap Materi Penyelamatan Kebencanaan Masuk Kurikulum Khusus

adminredaksi

Rancang PPMS, ITS Bantu Pasien Darurat Dapatkan Pertolongan Pertama

adminredaksi

Rektor Unitomo: KKN Tematik Harus Bisa Memberikan Program Lanjutan Pada Masyarakat