Menurutnya, penyidik harus memilih salah satu diantara keduanya. Sebab, hasil visum masih tergolong alat bukti subjektif yang perlu diketahui relevansinya dengan petunjuk maupun alat bukti lain.
“Boleh salah satu (dijadikan alat bukti) namun tidak boleh dua-duanya,” kata dia.
Disinggung adanya dugaan Kejadian pencabulan yang diklaim dilakukan pada 2008 hingga 2018 namun baru dilakukan visum pada 2021, ahli menegaskan bahwa hasil visum itu sudah tidak memiliki relevansi.
“Kalau (visum) diibuat dalam durasi tempo yang jauh (dengan kejadian), maka visum itu tidak ada relevansinya “kata ahli.
Namun lanjut ahli, untuk menentukan relevan atau tidaknya hasil visum itu yang menentukan adalah hakim termasuk hakim dalam perkara praperadilan. Dimana dalam sidang praperadilan hakim yang akan menguji apakah hasil visum itu memiliki relevansi untuk dijadikan sebagai alat bukti suatu tindak pidana.
“Untuk Mencari hubungan klausal sebab akibat, Praperadilan juga untuk menguji relevansi alat bukti yang diajukan penyidik,” tandas ahli.